Indonesia menghadapi tekanan ekonomi yang parah karena protes kekerasan, depresiasi mata uang, dan ketidakstabilan politik mengguncang kepercayaan investor di pasar yang secara tradisional dianggap sebagai yang paling stabil di Asia Tenggara.
Indeks Komposit Jakarta anjlok sebesar 3,6% pada hari Senin, sementara rupiah melemah menjadi 16.500 terhadap dolar AS—tingkat terendah sejak 1 Agustus, menurut data LSEG.
Demonstrasi besar-besaran telah meletus akibat meningkatnya biaya hidup, paket kompensasi legislatif yang berlebihan, dan insiden terbaru kekerasan polisi, menciptakan salah satu tantangan paling signifikan bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sejak menjabat tahun lalu.
Jumlah korban tewas telah mencapai setidaknya delapan orang, dengan para pengunjuk rasa memenuhi jalanan Jakarta dan kota-kota besar lainnya menuntut tindakan segera. Sebagai respons, Presiden Prabowo menyatakan pada hari Minggu bahwa parlemen akan menangani kekhawatiran publik dengan serius dan bahwa para pembuat undang-undang akan diminta untuk mengurangi tunjangan substansial mereka.
Dia secara bersamaan mengeluarkan peringatan keras bahwa "tindakan tegas akan diambil" terhadap para demonstran yang menyebabkan kerusakan, mengklaim bahwa beberapa kelompok "mengarah pada pengkhianatan dan terorisme." Angkatan bersenjata dan polisi telah diperintahkan untuk merespons dengan tegas terhadap insiden penjarahan dan kekerasan.
Bank Sentral Menyiapkan Strategi Intervensi Pasar
Menteri Ekonomi Utama Airlangga Hartarto berusaha meyakinkan pasar selama konferensi pers bersama dengan Bursa Efek Indonesia dan regulator jasa keuangan, menyatakan bahwa ekonomi "secara fundamental solid" dan akan mendapatkan manfaat dari paket insentif yang akan datang yang saat ini sedang dalam pengembangan.
"Kami berharap untuk situasi yang damai dan saling menghormati yang akan mendukung pemulihan ekonomi," kata Airlangga, yang bertujuan untuk menstabilkan sentimen pasar. Namun, para investor tetap tidak yakin, dengan baik pasar rupiah maupun pasar ekuitas mengalami penurunan yang signifikan setelah protes pada hari Jumat.
Pada pagi hari Senin, Erwin Gunawan Hutapea, kepala manajemen moneter di Bank Indonesia, mengumumkan kesiapan bank sentral untuk campur tangan di pasar ketika diperlukan untuk menjaga keselarasan rupiah dengan nilai dasarnya.
Erwin menekankan bahwa pendekatan ini akan memastikan pergerakan mata uang mencerminkan "fundamentals," yang menunjukkan pengawasan ketat terhadap aliran valuta asing oleh otoritas moneter.
Pasar obligasi juga menunjukkan persepsi risiko yang meningkat, dengan imbal hasil utang pemerintah 10 tahun Indonesia naik menjadi 6,335%, sementara imbal hasil obligasi 30 tahun tetap dekat 6,850%. Imbal hasil yang tinggi mencerminkan premi risiko yang meningkat yang diminta oleh para investor yang memegang utang kedaulatan Indonesia di tengah ketidakpastian politik.
Investor Institusi Mempertahankan Kepercayaan Jangka Panjang
Meskipun volatilitas pasar, Radhika Rao, seorang ekonom di DBS, tetap berpendapat bahwa trajektori pertumbuhan fundamental Indonesia tetap utuh. Dia mencatat bahwa fokus investor akan beralih untuk memantau apakah realokasi anggaran pemerintah dapat secara efektif merangsang penciptaan lapangan kerja.
Radhika lebih lanjut menjelaskan bahwa Bank Indonesia mempertahankan fleksibilitas kebijakan yang cukup untuk mempertahankan suku bunga akomodatif dan diharapkan akan menerapkan langkah-langkah stabilisasi cepat untuk mendukung mata uang domestik.
BlackRock, manajer aset terbesar di dunia, tidak mengurangi eksposurnya terhadap aset Indonesia. Navin Saigal, kepala pendapatan tetap fundamental perusahaan untuk Asia Pasifik, mengungkapkan bahwa BlackRock sebenarnya telah meningkatkan kepemilikan obligasi pemerintah Indonesia yang jatuh tempo lebih panjang, terutama yang memiliki jatuh tempo 10-15 tahun.
Navin menjelaskan bahwa perusahaan secara strategis beralih dari instrumen berdurasi pendek karena obligasi jangka panjang menunjukkan sensitivitas yang lebih rendah terhadap pengurangan suku bunga yang tidak terduga baru-baru ini oleh Bank Indonesia dan sinyal kebijakan dovish Federal Reserve bulan lalu.
"Judul-judul terbaru, dengan sendirinya, tidak menyebabkan kami mengubah posisi apa pun di Indonesia," ujarnya. "Sementara saya tentu berpikir situasinya memerlukan pemantauan, ini memperkuat gagasan bahwa memiliki premi risiko yang cukup, atau margin keselamatan, dalam sebuah investasi sangatlah penting, dan bahwa pendekatan yang terdiversifikasi adalah kunci."
Dengan 284 juta penduduk, Indonesia tetap menjadi negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan merupakan ekonomi pasar yang signifikan yang sedang berkembang. Namun, protes yang sedang berlangsung ini menantang reputasinya sebagai negara yang stabil. Negara ini telah lama dianggap sebagai tujuan yang dapat diandalkan untuk investasi pasar yang sedang berkembang.
Seiring meningkatnya ketegangan politik dan tekanan ekonomi, perhatian kini berfokus pada seberapa cepat pemerintahan Presiden Prabowo dapat memulihkan ketertiban dan apakah modal internasional akan tetap berkomitmen melalui periode ketidakpastian dan potensi pemulihan ini.
Para pelaku pasar sedang mengamati dengan seksama langkah selanjutnya dari pemerintah. Protes tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, dan tekanan terhadap mata uang terus meningkat. Dengan investor mengadopsi posisi yang semakin hati-hati dan tuntutan publik semakin mengintensif, otoritas Indonesia menghadapi jendela yang semakin sempit untuk tindakan yang efektif.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Krisis Ekonomi Indonesia Memperburuk: Keruntuhan Mata Uang dan Gejolak Pasar
Indonesia menghadapi tekanan ekonomi yang parah karena protes kekerasan, depresiasi mata uang, dan ketidakstabilan politik mengguncang kepercayaan investor di pasar yang secara tradisional dianggap sebagai yang paling stabil di Asia Tenggara.
Indeks Komposit Jakarta anjlok sebesar 3,6% pada hari Senin, sementara rupiah melemah menjadi 16.500 terhadap dolar AS—tingkat terendah sejak 1 Agustus, menurut data LSEG.
Demonstrasi besar-besaran telah meletus akibat meningkatnya biaya hidup, paket kompensasi legislatif yang berlebihan, dan insiden terbaru kekerasan polisi, menciptakan salah satu tantangan paling signifikan bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sejak menjabat tahun lalu.
Jumlah korban tewas telah mencapai setidaknya delapan orang, dengan para pengunjuk rasa memenuhi jalanan Jakarta dan kota-kota besar lainnya menuntut tindakan segera. Sebagai respons, Presiden Prabowo menyatakan pada hari Minggu bahwa parlemen akan menangani kekhawatiran publik dengan serius dan bahwa para pembuat undang-undang akan diminta untuk mengurangi tunjangan substansial mereka.
Dia secara bersamaan mengeluarkan peringatan keras bahwa "tindakan tegas akan diambil" terhadap para demonstran yang menyebabkan kerusakan, mengklaim bahwa beberapa kelompok "mengarah pada pengkhianatan dan terorisme." Angkatan bersenjata dan polisi telah diperintahkan untuk merespons dengan tegas terhadap insiden penjarahan dan kekerasan.
Bank Sentral Menyiapkan Strategi Intervensi Pasar
Menteri Ekonomi Utama Airlangga Hartarto berusaha meyakinkan pasar selama konferensi pers bersama dengan Bursa Efek Indonesia dan regulator jasa keuangan, menyatakan bahwa ekonomi "secara fundamental solid" dan akan mendapatkan manfaat dari paket insentif yang akan datang yang saat ini sedang dalam pengembangan.
"Kami berharap untuk situasi yang damai dan saling menghormati yang akan mendukung pemulihan ekonomi," kata Airlangga, yang bertujuan untuk menstabilkan sentimen pasar. Namun, para investor tetap tidak yakin, dengan baik pasar rupiah maupun pasar ekuitas mengalami penurunan yang signifikan setelah protes pada hari Jumat.
Pada pagi hari Senin, Erwin Gunawan Hutapea, kepala manajemen moneter di Bank Indonesia, mengumumkan kesiapan bank sentral untuk campur tangan di pasar ketika diperlukan untuk menjaga keselarasan rupiah dengan nilai dasarnya.
Erwin menekankan bahwa pendekatan ini akan memastikan pergerakan mata uang mencerminkan "fundamentals," yang menunjukkan pengawasan ketat terhadap aliran valuta asing oleh otoritas moneter.
Pasar obligasi juga menunjukkan persepsi risiko yang meningkat, dengan imbal hasil utang pemerintah 10 tahun Indonesia naik menjadi 6,335%, sementara imbal hasil obligasi 30 tahun tetap dekat 6,850%. Imbal hasil yang tinggi mencerminkan premi risiko yang meningkat yang diminta oleh para investor yang memegang utang kedaulatan Indonesia di tengah ketidakpastian politik.
Investor Institusi Mempertahankan Kepercayaan Jangka Panjang
Meskipun volatilitas pasar, Radhika Rao, seorang ekonom di DBS, tetap berpendapat bahwa trajektori pertumbuhan fundamental Indonesia tetap utuh. Dia mencatat bahwa fokus investor akan beralih untuk memantau apakah realokasi anggaran pemerintah dapat secara efektif merangsang penciptaan lapangan kerja.
Radhika lebih lanjut menjelaskan bahwa Bank Indonesia mempertahankan fleksibilitas kebijakan yang cukup untuk mempertahankan suku bunga akomodatif dan diharapkan akan menerapkan langkah-langkah stabilisasi cepat untuk mendukung mata uang domestik.
BlackRock, manajer aset terbesar di dunia, tidak mengurangi eksposurnya terhadap aset Indonesia. Navin Saigal, kepala pendapatan tetap fundamental perusahaan untuk Asia Pasifik, mengungkapkan bahwa BlackRock sebenarnya telah meningkatkan kepemilikan obligasi pemerintah Indonesia yang jatuh tempo lebih panjang, terutama yang memiliki jatuh tempo 10-15 tahun.
Navin menjelaskan bahwa perusahaan secara strategis beralih dari instrumen berdurasi pendek karena obligasi jangka panjang menunjukkan sensitivitas yang lebih rendah terhadap pengurangan suku bunga yang tidak terduga baru-baru ini oleh Bank Indonesia dan sinyal kebijakan dovish Federal Reserve bulan lalu.
"Judul-judul terbaru, dengan sendirinya, tidak menyebabkan kami mengubah posisi apa pun di Indonesia," ujarnya. "Sementara saya tentu berpikir situasinya memerlukan pemantauan, ini memperkuat gagasan bahwa memiliki premi risiko yang cukup, atau margin keselamatan, dalam sebuah investasi sangatlah penting, dan bahwa pendekatan yang terdiversifikasi adalah kunci."
Dengan 284 juta penduduk, Indonesia tetap menjadi negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan merupakan ekonomi pasar yang signifikan yang sedang berkembang. Namun, protes yang sedang berlangsung ini menantang reputasinya sebagai negara yang stabil. Negara ini telah lama dianggap sebagai tujuan yang dapat diandalkan untuk investasi pasar yang sedang berkembang.
Seiring meningkatnya ketegangan politik dan tekanan ekonomi, perhatian kini berfokus pada seberapa cepat pemerintahan Presiden Prabowo dapat memulihkan ketertiban dan apakah modal internasional akan tetap berkomitmen melalui periode ketidakpastian dan potensi pemulihan ini.
Para pelaku pasar sedang mengamati dengan seksama langkah selanjutnya dari pemerintah. Protes tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, dan tekanan terhadap mata uang terus meningkat. Dengan investor mengadopsi posisi yang semakin hati-hati dan tuntutan publik semakin mengintensif, otoritas Indonesia menghadapi jendela yang semakin sempit untuk tindakan yang efektif.