Saya berdiri di tepi pantai Pulau Buton, terpesona oleh mata biru elektrik yang menatap balik kepada saya. Mereka menembus diri Anda - ini bukan hanya mata, mereka seperti fragmen langit Indonesia yang entah bagaimana terperangkap dalam iris manusia.
Penduduk setempat sekarang menyebutnya sebagai "berkah", tetapi saya telah mendengar desas-desus bahwa itu tidak selalu demikian. Beberapa orang tua memberi tahu saya bagaimana anak-anak dengan mata safir ini dulunya dijauhi, dianggap terkutuk oleh roh. Ilmu pengetahuan memiliki penjelasan yang kurang mistis - sindrom Waardenburg, kata mereka. Sebuah mutasi genetik yang mempengaruhi sekitar 1 dari 42.000 orang di seluruh dunia.
Apa yang mencolok bukan hanya mata itu sendiri, tetapi bagaimana mereka telah bertransformasi dari stigma menjadi selebriti. Media sosial telah mengubah para penduduk pulau ini menjadi bintang yang tidak disengaja. Tatapan tajam mereka yang kontras dengan kulit yang gelap karena matahari membuat konten viral yang sempurna. Fotografer terbang dari mana saja hanya untuk mendapatkan kesempatan menangkap apa yang telah diciptakan alam di sini.
Saya tidak bisa tidak merasa bingung melihat para wisatawan memperlakukan orang-orang ini seperti spesimen eksotis. Mereka bukan hanya anomali genetik - mereka adalah nelayan, pedagang, orang tua, anak-anak. Tradisi maritim mereka sudah ada sejak berabad-abad lamanya, jauh sebelum siapa pun peduli dengan warna mata mereka.
Kisah mutasi genetik terasa terlalu klinis. Beberapa penduduk setempat bersikeras bahwa ada darah Portugis dalam garis keturunan mereka dari pelaut kolonial yang tiba pada abad ke-16. Para ilmuwan membantah ini, tetapi ketika Anda melihat ke dalam mata itu, Anda bertanya-tanya apakah mungkin ada lebih banyak dalam cerita ini daripada yang bisa dijelaskan oleh DNA.
Komunitas Kaimbulawa di sini hanya berjumlah sekitar 1.000 orang. Cerita mereka adalah tentang transformasi - dari dihindari menjadi simbol yang dirayakan dari keberagaman Indonesia. Namun dengan biaya berapa? Budaya mereka dikurangi menjadi sifat fisik, sementara tradisi pelayaran dan sejarah kaya mereka memudar ke latar belakang.
Mata-mata itu, meski. Setelah Anda melihatnya, mereka menghantui Anda. Bukan hanya karena keindahannya, tetapi karena apa yang mereka wakili - bagaimana sesuatu yang pernah ditakuti dapat menjadi berharga, bagaimana perbedaan dapat berkembang dari kutukan menjadi berkah.
Bahasa Inggris: Mata biru Buton
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Saya berdiri di tepi pantai Pulau Buton, terpesona oleh mata biru elektrik yang menatap balik kepada saya. Mereka menembus diri Anda - ini bukan hanya mata, mereka seperti fragmen langit Indonesia yang entah bagaimana terperangkap dalam iris manusia.
Penduduk setempat sekarang menyebutnya sebagai "berkah", tetapi saya telah mendengar desas-desus bahwa itu tidak selalu demikian. Beberapa orang tua memberi tahu saya bagaimana anak-anak dengan mata safir ini dulunya dijauhi, dianggap terkutuk oleh roh. Ilmu pengetahuan memiliki penjelasan yang kurang mistis - sindrom Waardenburg, kata mereka. Sebuah mutasi genetik yang mempengaruhi sekitar 1 dari 42.000 orang di seluruh dunia.
Apa yang mencolok bukan hanya mata itu sendiri, tetapi bagaimana mereka telah bertransformasi dari stigma menjadi selebriti. Media sosial telah mengubah para penduduk pulau ini menjadi bintang yang tidak disengaja. Tatapan tajam mereka yang kontras dengan kulit yang gelap karena matahari membuat konten viral yang sempurna. Fotografer terbang dari mana saja hanya untuk mendapatkan kesempatan menangkap apa yang telah diciptakan alam di sini.
Saya tidak bisa tidak merasa bingung melihat para wisatawan memperlakukan orang-orang ini seperti spesimen eksotis. Mereka bukan hanya anomali genetik - mereka adalah nelayan, pedagang, orang tua, anak-anak. Tradisi maritim mereka sudah ada sejak berabad-abad lamanya, jauh sebelum siapa pun peduli dengan warna mata mereka.
Kisah mutasi genetik terasa terlalu klinis. Beberapa penduduk setempat bersikeras bahwa ada darah Portugis dalam garis keturunan mereka dari pelaut kolonial yang tiba pada abad ke-16. Para ilmuwan membantah ini, tetapi ketika Anda melihat ke dalam mata itu, Anda bertanya-tanya apakah mungkin ada lebih banyak dalam cerita ini daripada yang bisa dijelaskan oleh DNA.
Komunitas Kaimbulawa di sini hanya berjumlah sekitar 1.000 orang. Cerita mereka adalah tentang transformasi - dari dihindari menjadi simbol yang dirayakan dari keberagaman Indonesia. Namun dengan biaya berapa? Budaya mereka dikurangi menjadi sifat fisik, sementara tradisi pelayaran dan sejarah kaya mereka memudar ke latar belakang.
Mata-mata itu, meski. Setelah Anda melihatnya, mereka menghantui Anda. Bukan hanya karena keindahannya, tetapi karena apa yang mereka wakili - bagaimana sesuatu yang pernah ditakuti dapat menjadi berharga, bagaimana perbedaan dapat berkembang dari kutukan menjadi berkah.
Bahasa Inggris: Mata biru Buton