Dalam situasi ekonomi saat ini, beberapa perusahaan menghadapi tekanan pemutusan hubungan kerja. Namun, beberapa perusahaan mengambil langkah yang disebut "PHK bertahap" untuk menghindari prosedur pencatatan pemutusan hubungan kerja yang diwajibkan oleh undang-undang, yang sebenarnya dapat membawa risiko hukum yang lebih besar.
Baru-baru ini, sebuah kasus sengketa tenaga kerja yang menarik perhatian mengungkapkan keseriusan masalah ini. Dalam kasus ini, sebuah perusahaan teknologi informasi di Shanghai mengakhiri kontrak kerja seorang karyawan karena kesulitan operasional. Namun, perusahaan tersebut gagal memberikan bukti bahwa mereka telah mengikuti prosedur hukum pemutusan hubungan kerja yang bersifat ekonomis, termasuk memberikan pemberitahuan 30 hari sebelumnya kepada serikat pekerja atau seluruh karyawan, mendengarkan pendapat, dan melaporkan kepada departemen administratif tenaga kerja.
Pengadilan menetapkan bahwa tindakan pemecatan perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan hukum, sehingga merupakan pemutusan kontrak kerja yang melanggar hukum. Akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa perusahaan harus membayar kompensasi sebesar 28.500 yuan kepada karyawan. Putusan ini menekankan pentingnya bagi perusahaan untuk mematuhi prosedur hukum secara ketat saat melakukan pemecatan.
Sesuai dengan "Undang-Undang Kontrak Kerja", ketika perusahaan menghadapi kesulitan serius dalam produksi dan harus memberhentikan lebih dari 20 orang, atau jika jumlah yang diberhentikan kurang dari 20 orang tetapi mewakili lebih dari 10% dari total karyawan, maka perusahaan harus mengikuti prosedur tertentu. Prosedur ini bertujuan untuk melindungi hak-hak karyawan, sekaligus memberikan jalan yang sah bagi perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja.
Namun, beberapa perusahaan mencoba menghindari prosedur ini melalui "PHK bertahap", percaya bahwa ini dapat menghindari perhatian dari otoritas pengawas. Namun, praktik ini sebenarnya dapat berdampak sebaliknya, tidak hanya tidak mencapai tujuan yang diharapkan, tetapi juga dapat meningkatkan risiko perusahaan menghadapi sengketa ketenagakerjaan.
Bagi perusahaan, tindakan yang benar adalah dengan melakukan evaluasi situasi secara serius ketika menghadapi kesulitan bisnis yang memerlukan pemutusan hubungan kerja, serta menjalankan prosedur hukum yang sesuai. Ini bukan hanya merupakan kewajiban untuk mematuhi hukum, tetapi juga mencerminkan pemeliharaan kepentingan jangka panjang perusahaan dan tanggung jawab sosial. Selain itu, perusahaan harus memprioritaskan komunikasi dengan karyawan, merencanakan pemutusan hubungan kerja secara wajar, dan mengurangi dampak negatif terhadap karyawan sebisa mungkin.
Bagi karyawan, penting untuk memahami hak-hak kerja mereka. Jika menghadapi pemecatan yang tidak wajar, mereka harus segera mencari bantuan hukum untuk melindungi hak-hak sah mereka.
Singkatnya, ketika menghadapi kesulitan operasional, perusahaan harus mengambil langkah-langkah yang sah dan wajar untuk melakukan penyesuaian personel, dan bukan berusaha untuk menghindari hukum dalam menyelesaikan masalah. Hanya dengan cara ini, hak-hak karyawan dapat dilindungi sambil juga meletakkan dasar yang baik untuk pengembangan jangka panjang perusahaan.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Dalam situasi ekonomi saat ini, beberapa perusahaan menghadapi tekanan pemutusan hubungan kerja. Namun, beberapa perusahaan mengambil langkah yang disebut "PHK bertahap" untuk menghindari prosedur pencatatan pemutusan hubungan kerja yang diwajibkan oleh undang-undang, yang sebenarnya dapat membawa risiko hukum yang lebih besar.
Baru-baru ini, sebuah kasus sengketa tenaga kerja yang menarik perhatian mengungkapkan keseriusan masalah ini. Dalam kasus ini, sebuah perusahaan teknologi informasi di Shanghai mengakhiri kontrak kerja seorang karyawan karena kesulitan operasional. Namun, perusahaan tersebut gagal memberikan bukti bahwa mereka telah mengikuti prosedur hukum pemutusan hubungan kerja yang bersifat ekonomis, termasuk memberikan pemberitahuan 30 hari sebelumnya kepada serikat pekerja atau seluruh karyawan, mendengarkan pendapat, dan melaporkan kepada departemen administratif tenaga kerja.
Pengadilan menetapkan bahwa tindakan pemecatan perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan hukum, sehingga merupakan pemutusan kontrak kerja yang melanggar hukum. Akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa perusahaan harus membayar kompensasi sebesar 28.500 yuan kepada karyawan. Putusan ini menekankan pentingnya bagi perusahaan untuk mematuhi prosedur hukum secara ketat saat melakukan pemecatan.
Sesuai dengan "Undang-Undang Kontrak Kerja", ketika perusahaan menghadapi kesulitan serius dalam produksi dan harus memberhentikan lebih dari 20 orang, atau jika jumlah yang diberhentikan kurang dari 20 orang tetapi mewakili lebih dari 10% dari total karyawan, maka perusahaan harus mengikuti prosedur tertentu. Prosedur ini bertujuan untuk melindungi hak-hak karyawan, sekaligus memberikan jalan yang sah bagi perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja.
Namun, beberapa perusahaan mencoba menghindari prosedur ini melalui "PHK bertahap", percaya bahwa ini dapat menghindari perhatian dari otoritas pengawas. Namun, praktik ini sebenarnya dapat berdampak sebaliknya, tidak hanya tidak mencapai tujuan yang diharapkan, tetapi juga dapat meningkatkan risiko perusahaan menghadapi sengketa ketenagakerjaan.
Bagi perusahaan, tindakan yang benar adalah dengan melakukan evaluasi situasi secara serius ketika menghadapi kesulitan bisnis yang memerlukan pemutusan hubungan kerja, serta menjalankan prosedur hukum yang sesuai. Ini bukan hanya merupakan kewajiban untuk mematuhi hukum, tetapi juga mencerminkan pemeliharaan kepentingan jangka panjang perusahaan dan tanggung jawab sosial. Selain itu, perusahaan harus memprioritaskan komunikasi dengan karyawan, merencanakan pemutusan hubungan kerja secara wajar, dan mengurangi dampak negatif terhadap karyawan sebisa mungkin.
Bagi karyawan, penting untuk memahami hak-hak kerja mereka. Jika menghadapi pemecatan yang tidak wajar, mereka harus segera mencari bantuan hukum untuk melindungi hak-hak sah mereka.
Singkatnya, ketika menghadapi kesulitan operasional, perusahaan harus mengambil langkah-langkah yang sah dan wajar untuk melakukan penyesuaian personel, dan bukan berusaha untuk menghindari hukum dalam menyelesaikan masalah. Hanya dengan cara ini, hak-hak karyawan dapat dilindungi sambil juga meletakkan dasar yang baik untuk pengembangan jangka panjang perusahaan.