Dalam beberapa tahun terakhir, pasar obligasi global mengalami fluktuasi yang signifikan, terutama kenaikan suku bunga jangka panjang yang memicu perhatian luas. Namun, kenaikan ini tidak seperti rumor di pasar yang menunjukkan perubahan besar dalam ekspektasi inflasi, defisit anggaran, atau likuiditas pasar obligasi negara. Artikel ini menganalisis pasar obligasi di Amerika Serikat, Kanada, dan Jerman, menggunakan data konkret, untuk mengeksplorasi fenomena kenaikan suku bunga jangka panjang dan stabilitas suku bunga jangka pendek, serta mengungkap faktor-faktor pendorong dari kemiringan yield curve dan dampaknya terhadap fundamental makroekonomi.
I. Kenaikan Suku Bunga Obligasi Jangka Panjang: Kesalahan Pembacaan Pasar dan Kenyataan
Belakangan ini, imbal hasil jangka panjang di pasar obligasi utama global secara signifikan Naik. Menggunakan Amerika Serikat sebagai contoh, imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun naik dari 4,38% pada 27 Maret 2025 menjadi 4,59%-4,60% pada 23 Mei, dengan peningkatan sekitar 21-22 basis poin. Perubahan ini terlihat signifikan, tetapi amplitudnya tidak luar biasa. Namun, pasar umumnya mengaitkan fenomena ini dengan kekhawatiran terhadap defisit anggaran AS, ekspektasi inflasi, atau Likuiditas pasar obligasi pemerintah. Meskipun penjelasan ini umum, ia kekurangan dasar yang memadai. Sepanjang sejarah, argumen serupa sering muncul, tetapi jarang dibuktikan dengan data. Misalnya, pada bulan Desember 2023 dan 2024, pasar juga mengaitkan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun dengan defisit atau inflasi, tetapi pada akhirnya terbukti bahwa kekhawatiran ini dibesar-besarkan.
Suku bunga jangka pendek belum naik seiring dengan suku bunga jangka panjang. Imbal hasil obligasi Treasury 2 tahun hanya naik sedikit dari 3,97% menjadi sekitar 4,00% selama periode yang sama, hampir menahannya stabil. Divergensi antara suku bunga jangka panjang dan jangka pendek ini tidak terbatas pada pasar Treasury AS, tetapi juga terlihat di pasar obligasi Kanada dan Jerman. Imbal hasil obligasi 10 tahun Kanada mencapai level tertinggi sejak pertengahan Januari 2025 di sekitar 3,65%, sedangkan imbal hasil 2 tahun hanya naik tipis hingga 3,20%. Imbal hasil Bunds Jerman 10-tahun pulih menjadi 2,60%, sementara imbal hasil 2-tahun (Schatz) bertahan di bawah 2,00%. Penurunan kurva imbal hasil global ini menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga jangka panjang bukanlah masalah pasar atau negara tunggal, tetapi dinamika umum yang dihadapi pasar obligasi global.
Dua, faktor pendorong yang menyebabkan yield curve menjadi curam
Kemiringan yield curve yang semakin curam adalah fitur penting di pasar obligasi global saat ini. Apa yang disebut "bull steepening" mengacu pada kenaikan suku bunga jangka panjang yang lebih cepat dibandingkan dengan suku bunga jangka pendek, yang menyebabkan peningkatan kemiringan yield curve. Fenomena ini biasanya terkait dengan penilaian kembali pasar terhadap pertumbuhan ekonomi dan ekspektasi inflasi di masa depan, tetapi juga dipengaruhi secara signifikan oleh ketidakpastian kebijakan bank sentral.
1. Bias inflasi struktural bank sentral
Tindakan kebijakan bank sentral merupakan faktor penting yang mempengaruhi pasar obligasi. Federal Reserve, Bank Kanada, dan Bank Sentral Eropa (ECB) umumnya menunjukkan bias institusional terhadap inflasi saat merumuskan kebijakan moneter. Bias ini dapat ditelusuri kembali ke tahun 1970-an, terutama pada masa teori ekspektasi inflasi yang dibentuk oleh mantan Ketua Federal Reserve, Arthur Burns. Teori ini berpendapat bahwa inflasi sebagian berasal dari ekspektasi psikologis konsumen dan pasar, sehingga bank sentral cenderung untuk lebih mengutamakan pencegahan risiko inflasi ketika data tidak secara jelas menunjukkan kelemahan ekonomi.
Sebagai contoh, analisis pasar pada 28 Maret 2025 menunjukkan bahwa kekhawatiran Federal Reserve terhadap inflasi menyebabkan mereka "ragu-ragu" dalam jalur suku bunga jangka pendek. Ketidakpastian ini berasal dari kekhawatiran Federal Reserve bahwa tarif mungkin mendorong harga naik. Meskipun pejabat Federal Reserve secara terbuka menyatakan bahwa dampak tarif terhadap harga konsumen mungkin bersifat sementara, pengalaman inflasi "sementara" pada tahun 2021 membuat mereka kurang percaya diri dalam penilaian serupa. Data terbaru semakin memperburuk ketidakpastian ini. Misalnya, pada Mei 2025, CPI inti Kanada meningkat 2,9% dibandingkan tahun lalu, lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 2,7%; CPI Inggris meningkat 2,3% dibandingkan tahun lalu, melebihi ekspektasi sebesar 2,1%. Data ini memperkuat kewaspadaan bank sentral terhadap inflasi, yang meningkatkan premi ketidakpastian pada imbal hasil obligasi jangka panjang.
2. Stabilitas suku bunga jangka pendek dan fundamental
Dibandingkan dengan fluktuasi suku bunga jangka panjang, stabilitas suku bunga jangka pendek mencerminkan penetapan harga pasar terhadap fundamental ekonomi makro. Imbal hasil obligasi pemerintah jangka 2 tahun lebih sensitif terhadap fundamental ekonomi, terutama dalam konteks pasar bullish yang semakin curam. Pasar memperkirakan bahwa jika kelemahan ekonomi semakin memburuk, ruang penurunan suku bunga jangka pendek lebih besar daripada suku bunga jangka panjang, sehingga obligasi jangka 2 tahun menjadi fokus perhatian investor.
Misalnya, pada kuartal pertama tahun 2025, sementara data penjualan ritel AS kuat pada bulan Maret (naik 4,0% dari tahun ke tahun), revisi tolok ukur Biro Sensus AS menunjukkan bahwa pengeluaran konsumen selama beberapa tahun terakhir dilebih-lebihkan sekitar 2%. Selain itu, laporan keuangan Target Mei 2025 menunjukkan bahwa jumlah toko fisik dan pembeli online-nya telah menurun, dan jumlah rata-rata yang dihabiskan per kapita telah menurun. Hal ini sejalan dengan tanda-tanda kelemahan di pasar tenaga kerja. Data Dinamika Ketenagakerjaan Bisnis (BDM) Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS telah menunjukkan tanda-tanda stagnasi pada tahun 2024, dan data yang direvisi untuk pekerjaan baru terus direvisi ke bawah, dengan laporan nonfarm payrolls untuk kuartal pertama tahun 2025 rata-rata -65.000 per bulan. Data ini menunjukkan bahwa fundamental ekonomi lebih lemah dari yang diperkirakan pasar, dan stabilitas imbal hasil Treasury 2-tahun mencerminkan harga pasar dalam perlambatan ekonomi.
3. Sinkronisasi Pasar Obligasi Global
Fenomena suku bunga jangka panjang yang naik dan suku bunga jangka pendek yang stabil tidak hanya unik bagi Amerika Serikat. Di Kanada, kenaikan imbal hasil obligasi 10 tahun kontras dengan stabilitas relatif imbal hasil 2 tahun, dengan kemiringan yield curve meningkat dari 0,35 pada Maret 2025 menjadi 0,45 pada Mei. Pasar Jerman juga demikian, selisih imbal hasil antara Bunds 10 tahun dan Schatz 2 tahun meluas dari 0,50 pada Februari menjadi 0,60 pada Mei. Sinkronisasi global ini menunjukkan bahwa faktor-faktor pendorong melampaui kebijakan fiskal atau moneter satu negara, dan sangat terkait dengan ekonomi makro global dan perilaku kolektif bank sentral.
Tiga, Perspektif Sejarah: Mengapa Pasar Salah Membaca Suku Bunga Jangka Panjang
Dalam sejarah, kenaikan suku bunga obligasi jangka panjang sering kali diartikan sebagai kekhawatiran pasar terhadap defisit atau inflasi, tetapi interpretasi ini sering terbukti salah. Contohnya:
1994-1995: Federal Reserve menaikkan suku bunga karena risiko inflasi yang tidak ada, menyebabkan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun melonjak sementara ke 8,0%, tetapi kemudian ekonomi tidak menunjukkan inflasi yang signifikan.
1999-2000: Greenspan menaikkan suku bunga karena kekhawatiran inflasi selama gelembung internet, dengan yield curve 10 tahun naik menjadi 6,5%, tetapi kemudian ekonomi memasuki resesi yang dipicu oleh pecahnya gelembung internet.
2008: Lonjakan harga minyak (harga minyak mentah Brent naik dari 70 USD/barel pada 2007 menjadi 140 USD/barel pada 2008) menyebabkan Federal Reserve khawatir akan inflasi, menghentikan pemangkasan suku bunga. Namun, keruntuhan Lehman Brothers dan AIG memaksa Federal Reserve untuk memulai kembali pemangkasan suku bunga besar-besaran pada bulan September 2008, dengan suku bunga dana federal turun dari 2,0% menjadi 0,25%.
Situasi pada bulan Desember 2023 dan 2024 mirip. Yield obligasi negara 10 tahun masing-masing naik menjadi 4,70% dan 4,50%, yang disebabkan oleh kekhawatiran defisit dan kebijakan "lebih tinggi lebih lama" dari Federal Reserve. Namun, stabilitas yield 2 tahun (sekitar 4,8% pada Juli 2023 dan sekitar 4,3% pada November 2024) menunjukkan bahwa penilaian pasar terhadap fundamental ekonomi tidak mengalami perubahan mendasar. Saat ini, data untuk tahun 2025 semakin mengonfirmasi hal ini: kenaikan suku bunga jangka panjang lebih merupakan refleksi dari ketidakpastian kebijakan bank sentral, bukan hasil langsung dari defisit atau inflasi.
Empat, Kemiringan Pasar Bull dan Strategi Pasar
Dengan latar belakang pasar bullish yang curam, obligasi 2 tahun telah menjadi fokus investasi pasar karena kepekaannya terhadap fundamental ekonomi dan potensi penurunan imbal hasil. Sebaliknya, obligasi 10 tahun menjadi jalan keluar dari ketidakpastian, dan volatilitas imbal hasilnya lebih mencerminkan keraguan kebijakan bank sentral. Misalnya, dari Maret hingga Mei 2025, kenaikan imbal hasil Treasury 10-tahun disertai dengan volatilitas di pasar ekuitas (S&P 500 turun 2,5% pada bulan April), sementara stabilitas imbal hasil 2 tahun menunjukkan bahwa ekspektasi pasar untuk perlambatan ekonomi tidak berubah.
Dalam strategi pasar, investor lebih cenderung untuk memegang obligasi jangka 2 tahun, karena dalam ekspektasi pelemahan ekonomi, potensi keuntungan modal obligasi jangka pendek lebih besar. Data historis menunjukkan bahwa selama periode pasar bullish yang curam, penurunan imbal hasil obligasi pemerintah jangka 2 tahun biasanya 2-3 kali lipat dari obligasi jangka panjang. Misalnya, selama krisis keuangan 2008, imbal hasil obligasi pemerintah jangka 2 tahun turun dari 4,5% pada 2007 menjadi 0,8% pada 2009, sedangkan imbal hasil 10 tahun hanya turun dari 4,0% menjadi 3,2%.
Lima, Kesimpulan
Dinamika saat ini di pasar obligasi global menunjukkan bahwa kenaikan imbal hasil obligasi jangka panjang bukanlah akibat langsung dari defisit atau ekspektasi inflasi, melainkan kombinasi dari ketidakpastian kebijakan bank sentral dan pasar bullish yang curam. Bias inflasi Federal Reserve, Bank of Canada, dan Bank Sentral Eropa telah menyebabkan pengaburan ekspektasi pasar untuk jalur suku bunga jangka pendek, mendorong premi ketidakpastian pada imbal hasil obligasi jangka panjang. Pada saat yang sama, stabilitas imbal hasil obligasi 2 tahun mencerminkan penetapan harga rasional pasar terhadap fundamental ekonomi, termasuk tanda-tanda pasar tenaga kerja yang lebih lemah dan belanja konsumen yang lebih rendah.
Investor sebaiknya mengikuti dinamika obligasi dua tahun, karena mereka lebih akurat mencerminkan fundamental makroekonomi dan moneter. Fluktuasi suku bunga obligasi jangka panjang meskipun menarik perhatian, tetapi lebih merupakan hasil dari "keragu-raguan" bank sentral, bukan perubahan mendasar dalam fundamental ekonomi. Ke depan, perlu untuk memperhatikan data pekerjaan, penjualan ritel, dan inflasi untuk menilai apakah ekonomi akan melambat lebih lanjut, dan apakah bank sentral akan menyesuaikan arah kebijakan sebagai akibatnya.
Konten ini hanya untuk referensi, bukan ajakan atau tawaran. Tidak ada nasihat investasi, pajak, atau hukum yang diberikan. Lihat Penafian untuk pengungkapan risiko lebih lanjut.
Mengapa pasar obligasi global mengalami Suku Bunga jangka panjang yang Naik sementara Suku Bunga jangka pendek tetap stabil?
Dalam beberapa tahun terakhir, pasar obligasi global mengalami fluktuasi yang signifikan, terutama kenaikan suku bunga jangka panjang yang memicu perhatian luas. Namun, kenaikan ini tidak seperti rumor di pasar yang menunjukkan perubahan besar dalam ekspektasi inflasi, defisit anggaran, atau likuiditas pasar obligasi negara. Artikel ini menganalisis pasar obligasi di Amerika Serikat, Kanada, dan Jerman, menggunakan data konkret, untuk mengeksplorasi fenomena kenaikan suku bunga jangka panjang dan stabilitas suku bunga jangka pendek, serta mengungkap faktor-faktor pendorong dari kemiringan yield curve dan dampaknya terhadap fundamental makroekonomi.
I. Kenaikan Suku Bunga Obligasi Jangka Panjang: Kesalahan Pembacaan Pasar dan Kenyataan
Belakangan ini, imbal hasil jangka panjang di pasar obligasi utama global secara signifikan Naik. Menggunakan Amerika Serikat sebagai contoh, imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun naik dari 4,38% pada 27 Maret 2025 menjadi 4,59%-4,60% pada 23 Mei, dengan peningkatan sekitar 21-22 basis poin. Perubahan ini terlihat signifikan, tetapi amplitudnya tidak luar biasa. Namun, pasar umumnya mengaitkan fenomena ini dengan kekhawatiran terhadap defisit anggaran AS, ekspektasi inflasi, atau Likuiditas pasar obligasi pemerintah. Meskipun penjelasan ini umum, ia kekurangan dasar yang memadai. Sepanjang sejarah, argumen serupa sering muncul, tetapi jarang dibuktikan dengan data. Misalnya, pada bulan Desember 2023 dan 2024, pasar juga mengaitkan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun dengan defisit atau inflasi, tetapi pada akhirnya terbukti bahwa kekhawatiran ini dibesar-besarkan.
Suku bunga jangka pendek belum naik seiring dengan suku bunga jangka panjang. Imbal hasil obligasi Treasury 2 tahun hanya naik sedikit dari 3,97% menjadi sekitar 4,00% selama periode yang sama, hampir menahannya stabil. Divergensi antara suku bunga jangka panjang dan jangka pendek ini tidak terbatas pada pasar Treasury AS, tetapi juga terlihat di pasar obligasi Kanada dan Jerman. Imbal hasil obligasi 10 tahun Kanada mencapai level tertinggi sejak pertengahan Januari 2025 di sekitar 3,65%, sedangkan imbal hasil 2 tahun hanya naik tipis hingga 3,20%. Imbal hasil Bunds Jerman 10-tahun pulih menjadi 2,60%, sementara imbal hasil 2-tahun (Schatz) bertahan di bawah 2,00%. Penurunan kurva imbal hasil global ini menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga jangka panjang bukanlah masalah pasar atau negara tunggal, tetapi dinamika umum yang dihadapi pasar obligasi global.
Dua, faktor pendorong yang menyebabkan yield curve menjadi curam
Kemiringan yield curve yang semakin curam adalah fitur penting di pasar obligasi global saat ini. Apa yang disebut "bull steepening" mengacu pada kenaikan suku bunga jangka panjang yang lebih cepat dibandingkan dengan suku bunga jangka pendek, yang menyebabkan peningkatan kemiringan yield curve. Fenomena ini biasanya terkait dengan penilaian kembali pasar terhadap pertumbuhan ekonomi dan ekspektasi inflasi di masa depan, tetapi juga dipengaruhi secara signifikan oleh ketidakpastian kebijakan bank sentral.
1. Bias inflasi struktural bank sentral
Tindakan kebijakan bank sentral merupakan faktor penting yang mempengaruhi pasar obligasi. Federal Reserve, Bank Kanada, dan Bank Sentral Eropa (ECB) umumnya menunjukkan bias institusional terhadap inflasi saat merumuskan kebijakan moneter. Bias ini dapat ditelusuri kembali ke tahun 1970-an, terutama pada masa teori ekspektasi inflasi yang dibentuk oleh mantan Ketua Federal Reserve, Arthur Burns. Teori ini berpendapat bahwa inflasi sebagian berasal dari ekspektasi psikologis konsumen dan pasar, sehingga bank sentral cenderung untuk lebih mengutamakan pencegahan risiko inflasi ketika data tidak secara jelas menunjukkan kelemahan ekonomi.
Sebagai contoh, analisis pasar pada 28 Maret 2025 menunjukkan bahwa kekhawatiran Federal Reserve terhadap inflasi menyebabkan mereka "ragu-ragu" dalam jalur suku bunga jangka pendek. Ketidakpastian ini berasal dari kekhawatiran Federal Reserve bahwa tarif mungkin mendorong harga naik. Meskipun pejabat Federal Reserve secara terbuka menyatakan bahwa dampak tarif terhadap harga konsumen mungkin bersifat sementara, pengalaman inflasi "sementara" pada tahun 2021 membuat mereka kurang percaya diri dalam penilaian serupa. Data terbaru semakin memperburuk ketidakpastian ini. Misalnya, pada Mei 2025, CPI inti Kanada meningkat 2,9% dibandingkan tahun lalu, lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 2,7%; CPI Inggris meningkat 2,3% dibandingkan tahun lalu, melebihi ekspektasi sebesar 2,1%. Data ini memperkuat kewaspadaan bank sentral terhadap inflasi, yang meningkatkan premi ketidakpastian pada imbal hasil obligasi jangka panjang.
2. Stabilitas suku bunga jangka pendek dan fundamental
Dibandingkan dengan fluktuasi suku bunga jangka panjang, stabilitas suku bunga jangka pendek mencerminkan penetapan harga pasar terhadap fundamental ekonomi makro. Imbal hasil obligasi pemerintah jangka 2 tahun lebih sensitif terhadap fundamental ekonomi, terutama dalam konteks pasar bullish yang semakin curam. Pasar memperkirakan bahwa jika kelemahan ekonomi semakin memburuk, ruang penurunan suku bunga jangka pendek lebih besar daripada suku bunga jangka panjang, sehingga obligasi jangka 2 tahun menjadi fokus perhatian investor.
Misalnya, pada kuartal pertama tahun 2025, sementara data penjualan ritel AS kuat pada bulan Maret (naik 4,0% dari tahun ke tahun), revisi tolok ukur Biro Sensus AS menunjukkan bahwa pengeluaran konsumen selama beberapa tahun terakhir dilebih-lebihkan sekitar 2%. Selain itu, laporan keuangan Target Mei 2025 menunjukkan bahwa jumlah toko fisik dan pembeli online-nya telah menurun, dan jumlah rata-rata yang dihabiskan per kapita telah menurun. Hal ini sejalan dengan tanda-tanda kelemahan di pasar tenaga kerja. Data Dinamika Ketenagakerjaan Bisnis (BDM) Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS telah menunjukkan tanda-tanda stagnasi pada tahun 2024, dan data yang direvisi untuk pekerjaan baru terus direvisi ke bawah, dengan laporan nonfarm payrolls untuk kuartal pertama tahun 2025 rata-rata -65.000 per bulan. Data ini menunjukkan bahwa fundamental ekonomi lebih lemah dari yang diperkirakan pasar, dan stabilitas imbal hasil Treasury 2-tahun mencerminkan harga pasar dalam perlambatan ekonomi.
3. Sinkronisasi Pasar Obligasi Global
Fenomena suku bunga jangka panjang yang naik dan suku bunga jangka pendek yang stabil tidak hanya unik bagi Amerika Serikat. Di Kanada, kenaikan imbal hasil obligasi 10 tahun kontras dengan stabilitas relatif imbal hasil 2 tahun, dengan kemiringan yield curve meningkat dari 0,35 pada Maret 2025 menjadi 0,45 pada Mei. Pasar Jerman juga demikian, selisih imbal hasil antara Bunds 10 tahun dan Schatz 2 tahun meluas dari 0,50 pada Februari menjadi 0,60 pada Mei. Sinkronisasi global ini menunjukkan bahwa faktor-faktor pendorong melampaui kebijakan fiskal atau moneter satu negara, dan sangat terkait dengan ekonomi makro global dan perilaku kolektif bank sentral.
Tiga, Perspektif Sejarah: Mengapa Pasar Salah Membaca Suku Bunga Jangka Panjang
Dalam sejarah, kenaikan suku bunga obligasi jangka panjang sering kali diartikan sebagai kekhawatiran pasar terhadap defisit atau inflasi, tetapi interpretasi ini sering terbukti salah. Contohnya:
Situasi pada bulan Desember 2023 dan 2024 mirip. Yield obligasi negara 10 tahun masing-masing naik menjadi 4,70% dan 4,50%, yang disebabkan oleh kekhawatiran defisit dan kebijakan "lebih tinggi lebih lama" dari Federal Reserve. Namun, stabilitas yield 2 tahun (sekitar 4,8% pada Juli 2023 dan sekitar 4,3% pada November 2024) menunjukkan bahwa penilaian pasar terhadap fundamental ekonomi tidak mengalami perubahan mendasar. Saat ini, data untuk tahun 2025 semakin mengonfirmasi hal ini: kenaikan suku bunga jangka panjang lebih merupakan refleksi dari ketidakpastian kebijakan bank sentral, bukan hasil langsung dari defisit atau inflasi.
Empat, Kemiringan Pasar Bull dan Strategi Pasar
Dengan latar belakang pasar bullish yang curam, obligasi 2 tahun telah menjadi fokus investasi pasar karena kepekaannya terhadap fundamental ekonomi dan potensi penurunan imbal hasil. Sebaliknya, obligasi 10 tahun menjadi jalan keluar dari ketidakpastian, dan volatilitas imbal hasilnya lebih mencerminkan keraguan kebijakan bank sentral. Misalnya, dari Maret hingga Mei 2025, kenaikan imbal hasil Treasury 10-tahun disertai dengan volatilitas di pasar ekuitas (S&P 500 turun 2,5% pada bulan April), sementara stabilitas imbal hasil 2 tahun menunjukkan bahwa ekspektasi pasar untuk perlambatan ekonomi tidak berubah.
Dalam strategi pasar, investor lebih cenderung untuk memegang obligasi jangka 2 tahun, karena dalam ekspektasi pelemahan ekonomi, potensi keuntungan modal obligasi jangka pendek lebih besar. Data historis menunjukkan bahwa selama periode pasar bullish yang curam, penurunan imbal hasil obligasi pemerintah jangka 2 tahun biasanya 2-3 kali lipat dari obligasi jangka panjang. Misalnya, selama krisis keuangan 2008, imbal hasil obligasi pemerintah jangka 2 tahun turun dari 4,5% pada 2007 menjadi 0,8% pada 2009, sedangkan imbal hasil 10 tahun hanya turun dari 4,0% menjadi 3,2%.
Lima, Kesimpulan
Dinamika saat ini di pasar obligasi global menunjukkan bahwa kenaikan imbal hasil obligasi jangka panjang bukanlah akibat langsung dari defisit atau ekspektasi inflasi, melainkan kombinasi dari ketidakpastian kebijakan bank sentral dan pasar bullish yang curam. Bias inflasi Federal Reserve, Bank of Canada, dan Bank Sentral Eropa telah menyebabkan pengaburan ekspektasi pasar untuk jalur suku bunga jangka pendek, mendorong premi ketidakpastian pada imbal hasil obligasi jangka panjang. Pada saat yang sama, stabilitas imbal hasil obligasi 2 tahun mencerminkan penetapan harga rasional pasar terhadap fundamental ekonomi, termasuk tanda-tanda pasar tenaga kerja yang lebih lemah dan belanja konsumen yang lebih rendah.
Investor sebaiknya mengikuti dinamika obligasi dua tahun, karena mereka lebih akurat mencerminkan fundamental makroekonomi dan moneter. Fluktuasi suku bunga obligasi jangka panjang meskipun menarik perhatian, tetapi lebih merupakan hasil dari "keragu-raguan" bank sentral, bukan perubahan mendasar dalam fundamental ekonomi. Ke depan, perlu untuk memperhatikan data pekerjaan, penjualan ritel, dan inflasi untuk menilai apakah ekonomi akan melambat lebih lanjut, dan apakah bank sentral akan menyesuaikan arah kebijakan sebagai akibatnya.